Rabu, 20 Mei 2015

Hujan Mei


                Untuk Risa

 

 

                Seperti elang, mengepakkan sayap melintasi gedung di bukit Parker. Langit cerah berganti gelap bersama petir menggema. Risa merindukan suara parau wanitanya. Entah jam yang kedua atau ketiga telah berganti, yang pasti usia ke-20 terlewati di tanah rantau bersama ledakan rindu tak bersuara.

            “Ibu… bagaimana pengobatan Riri?”

            “Sudah dua minggu Ia dirawat intensif, Nduk. Adakah uang yang bisa kamu kirim bulan ini?”

            Risa  meletakkan telephon gengam dengan tangan bergetar. Ia sangat mencintai kedua wanitanya. Tapi hantinya bertanya, “dimana lagi aku harus mencari benda yang disebut uang itu ya Alloh?”

            Hidup Risa tetap diposisi tertekan. Setidaknya, kakak dan ibunya mempunyai harapan untuk terus berusaha dengan segala cara. Tidak bersama keluarga membuat Ia jenuh. Bukan berharap semua berakhir, hanya kesendirian yang seakan tak berpihak kepada posisi yang Ia jalani.

                                                                        ***

            Lampu – lampu apartemen menyala bergantian. Bersinar diantara gelap mendung yang menghiasi langit Lei King Wan. Tepat jam 6 p.m hujan deras mengguyur bumi wilayah Hong Kong Island.

            Hujan adalah berkah. Seperti yang Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sampaikan dalam al-Qur’an “Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami menghidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)” (QS. Az-Zukhruf : 11). Harum basah tanah menyejukkan—tetesan air berirama—dingin angin merasuk tak ada yang salah dengan keindahan ini. Tapi kenapa masih ada manusia yang mengeluh saat hujan turun?

            Bahkan saat hujan reda, awan putih berjalan mengikuti angin di ujung bukit-bukit hijau wilayah Sau Kei wan. Keajaiban yang tak mampu tercipta tanpa-Nya. Dedaunan bersih dari debu secara bersamaan. Jalanan tersapu air tanpa pembersihan oleh pekerja kebersihan.

            “Alhamdulillah untuk nikmat-Mu”

            Risa bukan pengeluh. Ia mampu melalui setiap ujian, tepatnya terlatih menghadapi bahkan menyelesaikannya. Walau terkadang air mata adalah satu-satunya cara untuk meluapkan ketidak-mampuannya memikul kewajiban yang harus terselesaikan.

            Hanya sujudnya yang menjadi penerang—pencerah jalan pikir. Tak ada ujian yang salah. Keimanan yang Ia yakini mengalahkan segala keluh kesah.

            Terlihat senyum tersungging dari wajah kalem Risa. Tangannya menikmati rintik hujan di bawah pohon bambu taman Yat Wah.

            Ketika lelah hadir, berhentilah sejenak. Ingat… segeralah kembali berjuang untuk kehidupan ini. Yakinlah bahwa setiap langkah, usaha akan menjadi pahala dari-Nya.