Pengabdia Putri Ketujuh
Oleh : Nurma Yunita
Shella (20
tahun) adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Keturunan orang terkaya di
Desa Kanigoro. Dengan kecerdasan yang dimilikinya, mampu membawanya terkenal di
Desa. Mengajar sepuluh anak dengan jadwal senin hingga kamis. Setiap kamis
malam, ia merasa ada yang aneh dengan ruang belajar. Bau melati di jam 5 sore
mulai mengharum hingga jam 7 malam. Padahal tak ada tanaman melati di Desa.
Kamis
ketiga di setiap bulan, Shella meliburkan anak didiknya. Mereka keberatan,
karena setiap jum’at adlah pelajaran Matematika dengan guru super nyebelin. Ia
tak punya pilihan. Karena rasa khawatir akan keselamatan anak-anak itu lebih
utama. Salah seorang anak, menanyakan alasannya. Shella mengelak. Anak tersebut
sungguh kecewa. Hingga jam 5 tetap dirumah Shella.
Shella
ingin mengantar anak itu. Rumahnya jauh di Desa tetangga. Takut dihatinya lebih
memuncak, saat keluar rumah. Ia mencium bau melati itu. Tapi ia juga merasa
penasaran dengan hal yang sebenarnya. Keyakinannya membawa keberanian. Dengan
mengantar sekaligus mengawasi tempat yang ia curigai. Mentari senja membuatnya
tak ragu.
Anak
laki-laki itu, Irfan (10 tahun). Ia mulai mengawasi gurunya. Heran. Namun ia
ingin menghilangkan hari libur yang seharusnya ia nikmati bersama rumus dari
guru favoritnya, Shella. Ia mulai mendekat kepada Shella. Menanyakan hal yang
sebenarnya. Shella tetap bergeming. Namun gerak-geriknya sungguh mencurigakan
bagi Irfan.
Malam
mulai nampak, Desa Kanigoro mulai terlihat menjauh. Wangi itu tetap mengikuti
Shella, hanya shella yang menciumnya. Berjalan dengan pencahayaan senter di
kegelapan, membuat pandangan terbatas. Terlihat cahaya putih terang. Shella dan
Irfan mengamati dan segera menuju tempat itu.
Rumah
sederhana di tengah persawahan. Terlihat seorang bapak tampan mengaji dengan
alunan qiro’ah yang merdu. Mereka menghampiri bapak tersebut. Shella
mengucapkan salam. Aroma itu semakin mengharum dirumah ini. Saat pintu terbuka, Suasana rumah di kerajaan
jawa. Bapak Ridwan (35 tahun), memberi tumpangan sholat untuk mereka berdua.
Waktu terasa lambat.
Shella dan
Irfan tiba-tiba tertidur. Dalam tidurnya mereka bertemu. Mendengar Bapak Ridwan
memberi penjelasan untuk mereka berdua agar tidak meninggalkan sholat jamaah.
Karena shella adalah gadis incaran para pangeran dari Kerajaan Nirwana. Setiap
hari kamis minggu ketiga, pangeran tersebut keluar kerajaan membawa bunga
melati sebagai tanda lamaran. Shella memiliki kakek seorang raja yang terasing.
Shella
mulai merasa kedinginan dan terbangun. Irfan berada disampingnya mulai membuka
mata. Mereka terheran. Dan berpamitan pulang. Namun dilangkah kesepuluh, mereka
dihadang seorang pria gagah berpakaian bak seorang Wali,Pangeran Tirtoyudo (23
tahun).
Dengan
setangkai melati, melamar Shella tanpa permisi. Shella tertegun. Pangeran
tirtoyudo menyematkan cincin tangkai melati pada jari manis Shella, disaksikan
Irfan.
Suasana
berubah menjadi taman cantik, terang benderang nan indah. Shella terpesona
dengan keindahan itu. Tak dihiraukan Irfan dan Pangeran Tirtoyudo, ia melangkah
mendekati pohon bunga melati. Dengan bismillah ia memetik kertas yang
menggelantung dipucuk pohon. Dibacanya sebuah pesan dari kakek buyutnya, untuk
terus mengabdi di Desa, hingga cukup usia untuk tinggal di Kerajaan. Dan memimpin
perkumpulan anak-anak keturunan raja. Ia hafalkan silsilah keluarga di kertas
tersebut.
Ia gulung
kertas itu. Perlahan taman mulai gelap dan Pangeran Tirtoyudo berubah
berpenampilan pria biasa. Dijelaskannya sebab dari kejadian itu. Bahwa kerajaan
membutuhkan peran seorang Shella yang merupakan keturunan ketujuh Keluarga
kerajaan untuk menyelamatkan kecerdasan anak-anak kerajaan.
Shella
sendiri memiliki tunangan. Sakti(22 tahun), pemuda sederhana dan sholeh.
Berjanji menikahi Shella satu tahun lagi.
Pangeran
Tirtoyudo bersedia menjelaskan kepada Sakti. Shella tidak yakin, karena Sakti
bukan orang yang mudah percaya orang lain. Walaupun dia penyabar.
Hari
Minggu, Shella mengajak anak-anak menikmati olahraga pagi di Stadion
Kanjuruhan. Shella, Sakti, Pangeran Titoyudo bertemu tanpa sengaja. Sakti dan
Pangeran Tirtoyudo segera menggenggam tangan Shella. Mereka berdua, Sakti dan
Pangeran Tirtoyudo adalah saudara sebuyut.
Shella
memilih tetap tinggal bersama orang tuanya di Desa Kanigoro dengan tetap
mengunjungi rumah Pak Ridwan untuk tanggung jawabnya sebagai keturunan Kerajaan
dengan mengajar anak-anak Kerajaan di jadwal yang ditentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar