Sabtu, 29 Oktober 2016

Tentang "Pekerja"

"Berada pada kondisi nyaman tak selalu menyamankan"
 
Langit pagi mulai terlihat selalu mendung, udara semilir terasa lebih dingin dan kemunculan sengat mentari terbatas di jam 12 hingga jam 2 siang. Is it Winter?
 
Alhamdulilah, Minggu berganti dan terus dengan semangat baru dari para teman dan senior yang selalu memberi nasehat serta ilmu baru saat bertemu. Dengan kondisi pekerjaan semakin setabil, organisasi semakin solid dan masyarakat Indonesia di Hong Kong yang semakin sadar dengan pentingnya mengelola keuangan (Ini terlalu formal kayaknya).
 
Setelah beberapa Minggu terlalu sibuk yang benar-benar sibuk dengan urusan rutinitas. Minggu ini begitu ingin memanjakan diri. Kaget dengan rasa sedihnya Ibu karena aku ngilang beberapa hari. Padahal juga aktif di faebook dan instagram. Sampai di akhir telepon Ibu nangis, katanya masih kangen suara anaknya. Jika sudah begini, kayaknya lucu kalau beliau sering di telepon. "Ono opo Nak? kok sering telpon. Ibu jek repot. Sesok telpon maneh ya."
 
Sempat pada kondisi layaknya anak kecil, dimana sering off akun media sosial. Hanya untuk melegakan hati dan pikiran. Dan menghadapi kenyataan bahwa hidup itu ya disini, Nyatanya tubuh dan elemen kehidupan adalah berada pada jarak tempuh 4 jam dari Jakarta menuju Hong Kong dengan masapai pesawat Garuda.
 
Dengan mengalami peristiwa kaget oleh sikap Ibu. Kecintaan seorang Ibu itu lebih besar dari kecintaan anak kepadanya.
 
Sesibuk apapun beliau, dengan segala rutinitasnya ada anak yang selalu dalam benak dan doa. Mungkin sudah biasa bagi orang lain. Namun dengan kondisiku yang sering berpisah dengan Ibu yang super sibuk di masa mudanya. Saat ini adalah pengingat untukku tentang cinta yang lebih tulus yang Allah Ta'ala tunjukkan kepadaku.
 
***
 
Mengingat kembali pada masa kejenuhanku kepada rutinitas kerja di sebuah perkantoran. Terkadang ada rindu untuk menikmatinya. Bukan soal kenyamanannya yang terlihat begitu santai, dating sesuai jadwal, pulang melebihi jam terhitung lembur. Bukan pada poin itu, melainkan pada saat semangat membara untuk menyelesaikan laporan hingga menyiapkan berkas akreditasi. Yang waktu itu aku dan tim harus tidur di kantor bahkan saat bulan Ramadhan.
 
Disinipun aku sering tidur pada jam menjelang pagi untuk menyelesaikan tugas di luar pekerjaan pokok. Namun harus menyelesaikan sendiri. Dan kadang, aku mencari teman begadang walau hanya ditemani melalui media sosial seperti whatsapp, ataupun messenger.
 
Terasa sekali perbedaan dan kerinduan jiwa seorang pekerja.
 
***
 
2017 tinggal hitungan minggu. Besok memasuki bulan Nopember 2016. Cukup singkat jika diingat kembali waktu yang terlewati disini.
 
Dan... Ibu dengan entengnya menanyakan,"Kurang 3 bulan lagi ya Nak, kamu pulang?" Ini itu rasanya kok aku yang terlalu salah menyampaikan kepulangan. Apa malah Ibu yang sangat berat rindunya kepadaku? Tsaaaah. Padahal masih lebih dari itu kepulanganku.
 
Pengelolahan usaha dirumah seutuhnya dikendalikan oleh Ibu. Jika ada kesulitan, aku bertindak sebagai penasehat yang kadang juga harus siap dengan penolakannya.
 
Kembali lagi pada kesiapan pada mental diri. Pekerja dan seorang pimpinan adalah sebuah sikap yang harus terus dipelajari dan selalu berkesinambungan satu dengan lainnya. Jika suatu pekerjaan menjadikan diri sebagai pekerja, maka pimpinan adalah pada diri. Jika pimpinan menjadi suatu jati diri, maka pekerja (an) menjadi prestasi.
 
Pict: Jejak langkah di Autumn mid Festival. Victoria Park - Hong Kong.
 
 

1 komentar:

  1. pertama kali buka blogmu, baca tulisan ini,tentang ibu.
    tadi pagi sy nulis tetang beliau , tp mash di draft hikss

    allhummaghfirlanaa waliwalidiinaa

    BalasHapus